Senin, 12 Juni 2017

TUGAS DASAR-DASAR HUMAS



Tugas Mata Kuliah Dasar-dasar HUMAS
Nama: Alfridus De Jesus Bau
NIM : 1503050044
Kls/Jurusan : A/Ilmu Komunikasi
Semester IV

Corporate Social Responsibility ( Tanggung jawab sosial perusahaan) Penerapan CSR di indonesia sebagai sebuah bentuk komunikasi perusahaan dengan publik eksternalnya
CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR merupakan hasil dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR pada saat sekarang ini telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari konsep-konsep terdahulunya. Perkembangan CSR secara konseptual baru dikemas sejak tahun 1980-an yang dipicu sedikitnya oleh 5 hal berikut:
1). Maraknya fenomena “take over” antar korporasi yang kerap dipicu oleh keterampilan rekayasa finansial.
2). Runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol tumbangnya paham komunis dan semakin kokohnya imperium kapitalisme secara global.
3). Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negara-negara berkembang, sehingga dituntut supaya memperhatikan: HAM, kondisi sosial dan perlakukan yang adil terhadap buruh.
4). Globalisasi dan menciutnya peran sektor publik (pemerintah) hampir di seluruh dunia telahmenyebabkan tumbuhnya LSM (termasuk asosiasi profesi) yang memusatkan perhatian mulaidari isu kemiskinan sampai pada kekuatiran akan punahnya berbagai spesies baik hewanmaupun tumbuhan sehingga ekosistem semakin labil.
5). Adanya kesadaran dari perusahaan akan arti penting merk dan reputasi perusahaan dalammembawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan.
Pada tahun 1990-an muncul istilah Corporate Social Reponsibility(CSR). Pemikiran yang melandasi CSR yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Tanggung jawab sosial dari perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk di dalamnya adalah pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor. Perkembangan CSR saat ini juga dipengaruhi oleh perubahaan orientasi CSR dari suatu kegiatan bersifat sukarela untuk memenuhi kewajiban perusahaan yang tidak memiliki kaitan dengan strategi dan pencapaian tujuan jangka panjang, menjadi suatu kegiatan strategis yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan dalam jangka panjang. Di Indonesia wacana mengenai CSR mulai mengemuka pada tahun 2001, namun sebelum wacana ini mengemuka telah banyak perusahaan yang menjalankan CSR dan sangat sedikit yang mengungkapkannya dalam sebuah laporan. Hal ini terjadi mungkin karena kita belum mempunyai sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil (baik penyusun laporan maupun auditornya). Di samping itu sektor pasar modal Indonesia juga kurang mendukung dengan belum adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaanyang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainaility dengan salah satu kriterian yang adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange yang memiliki SociallyResponsible Investment (SRI) Index dan Financial Times Stock Exchange (FTSE) yangmemiliki FTSE 4Good sejak 2001.
CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR adalahsuatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Maka,bisnis tidak hanyamengurus permasalahan laba , tapi juga sebagai sebuah institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan sekitar.
Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu :
1). Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin;
2). Posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya;
3). Makin mengemukanya arti kesinambungan;
4).Makin gencar sorotan kritis dan resistensi publik, bahkan bersifat anti perusahaan.
5). Tren ke arah transparansi.
6). Harapan terwujudnya kehidupan lebih baik dan manusiawi pada era millennium baru.
Tak heran, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang semakin besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah sosial, yang akan terus tumbuh.Isu CSR sendiri juga sering diangkat oleh kalangan bisnis, manakala pemerintahan nasionaldi berbagai negara telah gagal menawarkan solusi terhadap berbagai masalah kemasyarakatan namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik konsep CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain. Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan komersial di baliknya. Agar mengangkat reputasi perusahaan di mata publik atau pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main. Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan “pembangunan berkelanjutan“, yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya. Ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidaknyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investordan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai “Investasi bertanggung jawab sosial” (socially responsible investing). Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan “perbuatan baik” (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan pada masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan(volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas. Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat mana pun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut. Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang “pembangunan berkelanjutan” (sustainable development) yang menyatakan sebagai berikut:
CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya. Istilah CSR pertama kali menyeruak dalam tulisan Social Responsibility of the Businessman tahun 1953. Konsep yang digagas Howard Rothmann Browen ini menjawab keresahan dunia bisnis. Belakangan CSR segera diadopsi, karena bisa jadi penawar kesan buruk perusahaan yang terlanjur dalam pikiran masyarakat dan lebih dari itu pengusaha di cap sebagai pemburu uang yang tidak peduli pada dampak kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Kendati sederhana, istilah CSR amat marketable melalu CSR pengusaha tidak perlu diganggu perasaan bersalah. CSR merupakan tanggung jawab  aktivitas sosial kemasyarakatan yang tidak berorientasi profit. John Elkington dalam buku ”Triple Bottom Line” dengan 3P tipe yaitu:
Ø  Profit à Mendukung laba perusahaan
Ø  People à Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Ø  Planet à meningkatkan kualitas lingkungan
Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development. Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan. Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
           Akuntabilitasatas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
           Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
           Verite, acuan pemantauan
           Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
           Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek lingkungan—apalagi aspek ekonomi—memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekadar “pemanis bibir” (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
Gustav Radbruch menyatakan, hukum itu dituntut untuk memenuhi berbagai karya oleh mayarakat, atau yang disebut dengan nilai-nilai dasar dari hukum yaitu keadilan (landasan filosofis), kegunaan (landasan sosiologis) dan kepastian hukum (landasan yuridis). Beranjak dari apa yang dikemukakan oleh Radbruch tersebut, maka landasan hukum untuk pemberlakuan CSR juga harus memenuhi 3 (tiga) landasan tersebut yakni filosofis, sosiologis dan yuridis. Dengan berlandaskan pada ketiga landasan ini maka lengkaplah landasan hukum pemberlakuan CSR memperoleh keabsahan filsafati, sosiologis dan yuridis. 7 Landasan hukum diberlakukannya CSR dalam kegiatan bisinis di Indonesia antara lain:
A.) Landasan Filosofis
1. Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
2. Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.
B.) Landasan Sosiologis
Kehadiran tanggung jawab hukum tentu didasarkan pada nilai-nilai kemanfaatan apa yang akan diterima oleh masyarakat. Begitupun dengan adanya tanggung jawab hukum berupa CSR. Dalam sebuah disertasi yang berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui program CSD” yang ditulis oleh Dewangga Nikmatullah terungkap bahwa CSR dapat digunakan sebagai sarana untuk memberdayakan masyarakat miskin. Bahkan dari hasil penelitian tersebut pula disimpulkan bahwa CSR dipandang “as assistance to the poor community, a capital support to the small scale business, and a social and environmental aid.” Senada dengan hal itu, Badaruddin dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara meyakini “implementasi tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat melalui pemanfaatan potensi modal sosial sebagai alternatif pemberdayaan masyarakat miskin di Indonesia.10
C.) Landasan Yuridis
Berbicara mengenai landsan yuridis maka pembicaraan ini tentu akan berpusat pada persoalan dasar peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diberlakukannya CSR di Indonesia. Terdapat beberapa aturan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kegiatan CSR di Indonesia. Dasar aturan yang pertama yakni:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas jo. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara jo. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Barubara jo. PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
4. Alasan Terkait CSR dengan Bisnis
Hasil Survey “The Millenium Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin “menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
5. Prinsip-Prinsip yang Harus Dipegang dalam Melaksanakan CSR
Prinsip pertama adalah kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu menjadi aktivitas kedermawanan dan bagus.
Prinsip kedua, CSR merupakan program jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah bisnis bisa tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan di sekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi yang baik dengan masyarakat. Ia bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak popularitas atau mengejar profit.
Perinsip ketiga, CSR akan berdampak positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan sampai kedampaknya.
Prinsip keempat, dana yang diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana budjet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan ke harga jual produk. “CSR yang benar tidak membebani konsumen.
6. Contoh kasus mengenai CSR
7. Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina
PT Pertamina (Persero) sudah banyak dan cukup lama melaksanakan berbagai program CSR, seperti penghijauan, sumbangan-sumbangan kepada korban gempa, sumbangan kepada para penyandang cacat, kesehatan, dan dalam bentuk pendidikan. Corporate Social Responsibility dalam bidang pendidikan memiliki tema “Cerdas bersama Pertamina”. Program ini memiliki 2 pilar utama, yaitu peningkatan mutu dan akses pendidikan. Adapun kegiatan-kegiatannya adalah sebagai berikut:
Pembangunan/Rehabilitasi Sekolah dan Universitas
Pertamina telah berkontribusi lewat pembangunan dan rehabilitasi sarana pendidikan dari tingkat SD hingga SLTA yang berada di sekitar kegiatan Pertamina maupun Perguruan Tinggi Negeri di seluruh Indonesia. Kegiatan ini merupakan suatu kerjasama yang dilakukan dengan institusi pendidikan maupun instansi pemerintah sebagai Strategic Partner dalam mengembangkan kegiatan CSR Pertamina. Bentuk peningkatan mutu yang dilakukan meliputi pembangunan auditorium, sarana olah raga beserta perlengkapannya, penyediaan sarana teknologi berupa komputer, renovasi perpustakaan, pembangunan Green House hingga renovasi 70 SD di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Makasar bekerja sama dengan KOSTRAD. Pada tahun 2008 bentuk kontribusi Pertamina telah dirasakan oleh perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Univesitas Sriwijaya, Institut Teknologi Surabaya, Universitas Brawijaya, Univeristas Andalas, Universitas Hasanudin, SMA Taruna Nusantara, SD Bendungan Hilir Jakarta, dan SMKN 1 Plered di Bantul. Salah satu strategic partnerdalam melakukan kegiatan CSR saat ini.
Beasiswa Pendidikan
Dalam meningkatkan akses pendidikan Pertamina juga telah memberikan beasiswa kepada lebih dari 2200 siswa kurang mampu dari tingkat SD sampai dengan SLTA dan lebih dari 100 mahasiswa Perguruan Tinggi. Selain pendidikan formal, Pertamina juga memberikan bantuan pendidikan ketrampilan kepada lebih dari 2000 orang anak-anak putus sekolah dan turut mendukung program Education for All (EFA) untuk pendidikan kepada tuna netra.
Taman Pintar Yogyakarta
Kegiatan dalam bidang pendidikan ini bertujuan untuk memberikan edukasi terhadap siswa-siswi SD hingga Pergururan Tinggi di wilayah Yogyakarta untuk mengenal lebih jauh Pertamina dilihat dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi,dalam program tersebut Pertamina menghadirkan maket kegiatan bisnis pertamina mulai dari hulu sampai ke hilir. Pada stand Pertamina tersebut juga terdapat alat peraga intraktif untuk siswa-siswi belajar lebih jauh mengenai teknologi perminyakan.
Olimpiade Sains Nasional (OSN)
Lewat kegiatan ini Pertamina mencoba hadir di tengah-tengah mahasiswa agar mereka dapat merasakan bahwa generasi muda merupakan tulang punggung bangsa. Kegiatan yang menguji kemampuan mahasiswa dalam bidang fisika, kima, matematika ini mendapatkan sambutan hangat oleh mahasiswa ditanah air, hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta yang mencapai hampir 5000 mahasiswa di seluruh Indonesia.
Selain di bidang pendidikan, CSR juga peduli akan lingkungan. Salah satu program CSR yaitu Coastal Clean Up dan Program Bina Lingkungan[2].
Coastal Clean Up
Pertamina mengadakan program Corporate Social Responsibility (CSR) berupa Coastal Clean Up di Pantai Teluk Penyu, yang berada di wilayah kerja Unit Pengolahan (UP) IV pada Jumat (8/9). Kegiatan ini dilakukan 700 relawan, terdiri atas pekerja UP IV, masyarakat setempat, serta pegawai di lingkungan Kabupaten Cilacap. Kegiatan Coastal Clean Up dilakukan dalam bentuk membersihkan pantai dan penanaman penghijauan di wilayah tersebut. Hadir dalam acara Coastal Clean Up Deputi Direktur Pengolahan Edi Setianto, Manajer Pemerintahan dan Kelembagaan Hupmas Korporat Djauhari Kunsetianto, Asisten Manajer CSR Hupmas Korporat Ifki Sukarya. Sedangkan dari unsur Pemerintah hadir Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Masnellyarti Hilman, Bupati Cilacap Probo Yulastoro, beserta undangan lain. Kegiatan ini merupakan Costal Clean Up kedua kalinya yang dilaksanakan Pertamina tahun 2006. Sebelumnya, 25 Juni 2006, UP V Balikpapan melakukan program yang sama, bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup, bekerjasama dengan Pemda wilayah Kalimantan Timur. Menurut Deputi Direktur Pengolahan Edi Setianto Coastal Clean Up dan penghijauan lingkungan pada dasarnya merupakan program corporate social responsibility (CSR) Pertamina di bidang lingkungan, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan di sekitar wilayah operasi perusahaan. Selain itu CSR dilaksanakan juga di bidang lainnya yaitu pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Selain itu, menurut Edi Setianto, Coastal Clean Up juga berkaitan dengan program badan dunia, United Nations Environment Programme (UNEP), di mana badan tersebut melakukan aksi clean up the world.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pertamina mencanangkan kegiatan-kegiatan yang memokuskan pada pelestarian lingkungan dengan tema Pertamina Peduli Lingkungan yang kegiatannya dilakukan di seluruh unit operasi Pertamina. GM UP IV Cilacap Agus S. Djailani menjelaskan, bahwa dilihat dari sejarah keberadaan Pantai Teluk Penyu ini memiliki hubungan yang erat dengan Pertamina, khususnya wilayah kerja UP IV di era 70-an. Saat ini Teluk Penyu telah menjadi salah satu obyek wisata pantai yang dikunjungi tidak hanya oleh wisatawan domestik tetapi juga wisatawan dari manca negara.
Kegiatan penghijauan yang dilakukan berupa penanaman 1.000 pohon ketapang dan 50 pohon sadang yang habitatnya sangat cocok tumbuh di wilayah Pantai Teluk Penyu. Penghijauan dilakukan untuk mengantisipasi abrasi, sebagai peneduh, dan memperindah lingkungan. Dalam kegiatan pembersihan pantai dari berbagai serakan sampah, jumlah kantong palastik (polybag) yang terisi sampah sebanyak 600 kantong. Sedangkan jumlah sampah yang terkumpul seberat 1.970 kilogram, dan total area yang dibersihkan seluas 1,5 kilometer. Ada tiga keuntungan yang diharapkan dengan melakukan kegiatan costal clean up dan penghijauan lingkungan di sekitar pantai. Pertama, semakin banyaknya wisatawan yang datang ke wilayah ini. Kedua, terdapat multiplier effect, yaitu semakin terbukanya kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk berdagang, sehingga menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Dan ketiga, dengan adanya wisatawan dapat menambah pendapatan daerah dari sektor pariwisata.
Program Bina Lingkungan
PT PERTAMINA (PERSERO) melalui Program Bina Lingkungan mulai 1 Januari 2004 yang lalu telah memiliki komitmen untuk memberikan bantuan sebesar Rp. 12,3 miliar kepada masyarakat. Sebagian dana bantuan tersebut sebesar Rp. 8,9 miliar telah diserahkan untuk bantuan bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan dan korban bencana alam. Sedangkan sisanya diberikan pada saat acara Corporate Social Resposibility (CSR) Day PT PERTAMINA (PERSERO). Penyerahan bantuan tersebut antara lain adalah bantuan untuk Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat sebesar Rp 1,2 miliar merupakan bantuan beasiswa bagi 60 orang siswa disekitar kegiatan operasional Pertamina yang diterima dalam program D1 Tenaga Ahli Transfusi Darah untuk satu tahun pendidikan. Bantuan ini diserahkan oleh Direktur Utama PT PERTAMINA (PERSERO) Ariffi Nawawi kepada Ketua Umum PMI Pusat Marie Muhammad. Acara CSR Day yang dilakukan oleh Pertamina merupakan hari pencanangan program CSR PT PERTAMINA (PERSERO) sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat. Program yang dicanangkan terbagi dalam beberapa bidang seperti untuk bidang pendidikan dengan tema  Cerdas Bersama Pertamina meliputi bantuan beasiswa, rumah baca, international scientific contest dan Pertamina Youth Program. Bidang kesehatan dengan tema Pertamina Sehati (Pertamina untuk Kesehatan Anak & Ibu) meliputi Posyandu binaan, pelatihan bidan dan dukun anak, serta peningkatan gizi anak & ibu. Program dibidang kesehatan ini sebagai upaya Pertamina mendukung program pemerintah menuju Indonesia Sehat 2010. Selain di bidang lingkungan, Pertamina juga merambah ke bidang kesehatan, yaitu dengan adanya program “Bright With Pertamina”. Program bright with Pertamina adalah pemberian bantuan kaca mata gratis bagi para siswa tingkat SD dan SMP di seluruh Indonesia. Program ini memberikan pemeriksaan mata gratis dan membagikan kaca mata kepada 11 ribu siswa SD dan SMP yang tersebar di Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Memasuki tahun 2011, Pertamina akan memperbesar porsi program lingkungan sehubungan dengan anjuran yang diterapkan di seluruh dunia. Selain itu, program CSR terintregrasi melalui pembangunan desa binaan yang sudah mulai diterapkan di 2010 akan semakin digencarkan tahun ini. Selama 2010, desa binaan yang dibangun Pertamina sudah terdapat di empat lokasi yakni Cepu, Semarang, Boyolali, dan Tegal, dengan alokasi anggaran masing-masing desa sebesar Rp1 miliar. Di sini, mereka melakukan pemberdayaan masyarakat desa melalui program lingkungan, pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur. Persyaratannya adalah bahwa di desa tersebut harus ada industri rumah tangga yang nanti produknya dapat dipasarkan ke swalayan.
7. Indikator Keberhasilan CSR
Indikator keberhasilan dapat dilihat dari dua sisi perusahaan dan masyarakat. Dari sisi perusahaan, citranya harus semakin baik di mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi masyarakat, harus ada peningkatan kualitas hidup. Karenanya, penting bagi perusahaan melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan program CSR, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Satu hal yang perlu diingat, “Salah satu ukuran penting keberhasilan CSR adalah jika masyarakat yang dibantu bisa mandiri, tidak melulu bergantung pada pertolong orang lain.